Dampak Perkawinan Usia Anak di Kabupaten Lebak
Rangkasbitung (27/10/23) Pencegahan perkawinan usia anak sangat digencarkan oleh pemerintah akhir-akhir ini, hal ini terlihat dengan adanya pembatasan usia perkawinan dari umur 16 tahun bagi perempuan menjadi berumur minimal 19 tahun, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Mahkamah Agung RI juga mengeluarkan Perma Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Pencegahan perkawinan usia anak tersebut, diturunkan ke tingkat daerah, termasuk di Kabupaten Lebak.
Perkawinan dalam usia anak masih tergolong tinggi di Kabupaten Lebak, hal tersebut dapat dilihat dari tiga bentuk, pertama dapat dilihat dari jumlah perkara dispensasi kawin yang diajukan di Pengadilan Agama Rangkasbitung. Hingga bulan Oktober tahun 2023, bahwa perkara dispensasi kawin di Pengadilan Agama Rangkasbitung ada sejumlah 6 perkara yang memohon untuk diberi izin menikah dengan pasangannya dibawah umur 19 tahun. Kedua, pengajuan perkara itsbat nikah, hingga Oktober 2023 ada 39 perkara yang mengajukan perkara itsbat nikah di Pengadilan Agama Rangkasbitung, 53,8 % yang mengajukan perkara itsbat nikah, usia mereka ketika menikah dibawah 19 tahun, 38,5% yang menikah pada usia 20-25 tahun, 7,7 % yang berumur saat usia nikah 30 tahun ke atas. ketiga, masih banyak praktik nikah siri di daerah-daerah.
Ada beberapa dampak yang terjadi dari perkawinan usia anak di Kabupaten Lebak tersebut, antara lain;
a. Angka perceraian meningkat
Pengadilan Agama Rangkasbitung hingga oktober 2023 telah menerima 1244 perkara perceraian yang terdiri dari 1028 perkara cerai gugat (yang diajukan isteri), dan 216 perkara cerai talak (yang diajukan oleh suami). Jika dilihat dari segi usia perkara cerai gugat tersebut ada sekitar 48,3% yang mengajukan perceraian masih berumur dibawah 30 tahun, 38,5% yang berumur antara 30-40 tahun, dan 13,1% yang mengajukan perceraian tersebut 40 tahun ke atas. data ini menunjukkan bahwa angka perceraian di Kabupaten Lebak didominasi oleh isteri yang masih tergolong usia muda, dan usia perkawinannya hanya berusia tidak lebih dari 10 tahun.
b. Meningkatnya angka putus sekolah
Dengan meningkatknya pernikahan dibawah umur, baik secara resmi melalui dispensasi kawin, atau langsung menikah secara siri di daerah masing-masing melalui amil/ yang dianggap faham dengan pernikahan, pada akhirnya akan berdampak dengan meningkatnya angka putus sekolah, hal ini mengakibatkan akan berdampak kepada buruknya kualitas sumber daya manusia.
c. Meningkatnya angka kekerasan dalam rumah tangga
Harta yang paling berharga adalah keluarga yang bahagia, namun tidak semua kebahagiaan tersebut dirasakan oleh sebagian besar keluarga, terutama masyarakat yang mengajukan perkara perceraian di Pengadilan Agama dengan alasan sering terjadi perselisihan dan pertengkaran dan menyebabkan sering terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, dan sebagian besar korbannya adalah perempuan dan anak
d. Meningkatnya angka kemiskinan (dikarenakan Pendidikan yang terbatas)
Perkawinan usia anak juga akan memberikan dampak bahwa angka kemiskinan akan meningkat di suatu daerah, hal ini disebabkan karena menikah di usia dini akan menyebabkan pendidikan yang terbatas. Jika Pendidikan sudah terbatas akan berdampak kepada sulitnya mencari lapangan pekerjaan, dan jika tidak mendapatkan pekerjaan akan meningkat angka pengangguran serta pada akhirnya kemiskinan akan meningkat.
e. Meningkatnya angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB) dan stunting
Pemerintah Kabupaten Lebak di Provinsi Banten menargetkan angka prevalensi stunting atau kekerdilan yang dialami anak-anak akibat gagal tubuh pada 2023 menurun dikisaran 20 persen berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) yang saat ini tengah berjalan. Hal tersebut akan terwujud jika mampu mencegah terjadinya perkawinan usia anak di Kabupaten Lebak.
f. Menghambat program-program pemerintah
Pemerintah telah membuat banyak program-program untuk mewujudkan Indonesia maju, seperti seperti wajib belajar 12 tahun, keterwakilan perempuan 30%, menurunkan angka kematian ibu, dan angka kematian bayi. Dengan adanya pencegahan perkawinan usia anak yang terjadi di Kabupaten Lebak tersebut, akan mampu mendukung suksesnya program-program pemerintah tersebut, namun sebaliknya jika masih banyak terjadi perkawinan dalam usia anak, tentu akan menghambat program-program pemerintah tersebut.
(Penulis: Dr. Gushairi, S.H.I., MCL.)