(021) 29079214
info@badilag.net

Kasus Raffi Ahmad dkk, Selamatkan Wajah MA

(Narkoba Kembali Serang Warga Peradilan)

Oleh: Noprizal *

 

Pemberitaan tentang tertangkapnya Hakim Pudji Widjayanto, Hakim PN Bekasi Oktober 2012 lalu, dan tertangkapnya Hakim Iskandar Agung, yang sedang menjalani skorsing di Pengadilan Tinggi Banda Aceh, dianggap oleh sebagian kalangan mendapatkan perlakuan berbeda oleh media.

Kasus yang melilit Pudji Widjayanto diekspos berhari-hari, dijadikan headline di setiap media cetak, elektoronik, maupun media online. Bahkan tidak jarang pula dijadikan sebagai tema dialog oleh beberapa stasiun televisi.

Namun berbeda halnya dengan kasus yang menjerat Iskandar Agung, kasus ini hanya diberitakan beberapa kali, lantas hilang tanpa ada follow up hingga saat ini.

Yang terjadi sebanarnya bukanlah sengaja dihilangkan, arsip pemberitaan tentang kasus yang menjerat Iskandar Agung, tetap dijadikan santapan hangat pemberitaan yang apabila dibutuhkan akan kembali diangkat, hanya saja kalah ‘’Top’’ dari pemberitaan ‘’Publik Figur’’ Raffi Ahmad, Zaskia Sungkar, Irwansyah, Wandah Hamidah dan kawan-kawan, yang pada waktu bersamaan digrebek oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).

Penulis sebelum bergabung menjadi PNS di lingkungan Mahkamah Agung pernah bekerja menjadi awak media dalam kurun waktu 6 tahun, sangat memahami perlakuan pemberitaan tersebut.

Media konvensional lebih cenderung memberitakan sebuah berita yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada berita yang lainnya. Oleh karena itu, pemberitaan Iskandar Agung seperti hilang ditelan waktu dan kalah populer dibandingkan dengan pemberitaan kalangan artis tersebut.

Tak bisa dibayangkan, jika dalam waktu yang bersamaan tidak ada kasus Narkoba yang menjerat kalangan artis tersebut, maka Mahkamah Agung akan kembali menjadi kupasan hangat jagat pemberitaan, seperti yang dialami oleh Pudji Widjayanto dengan kasus narkoba-nya dan Calon Hakim Agung Muhammad Daming Sanusi, yang dianggap mengeluarkan kalimat kontroversial tentang perkosaan saat menjalani uji kelayakan dan uji kepatutan di komisi III DPR-RI.

Kita juga tentunya tidak berlindung pada kasus yang menimpa Raffi Ahmad dan kawan-kawan. Namun diakui atau tidak, kasus yang menimpa Raffi Ahmad sudah menyelamatkan nama baik institusi kita dari pemberitaan media.

Kita tentu saja sangat berharap, pada masa yang akan datang, berita miring dan negatif tentang Mahkamah Agung tidak lagi menjadi topik perbincangan di media, dan itu hanya bisa dilakukan jika aparatur peradilan tidak melakukan perbuatan melawan hukum.

Kembali Gegerkan Keluarga Besar MA

Tertangkapnya Iskandar Agung (31), Seorang Hakim yang sedang menjalani skorsing di Pengadilan Tinggi Banda Aceh kembali membuat geger keluarga besar Mahkamah Agung RI.

Iskandar Agung ditangkap oleh petugas Direktorat Narkoba Polda Aceh karena memakai dan menyimpan sabu, pada Selasa (22/1/2013).

Menariknya, kejadian ini bukan pula yang pertama, melainkan penangkapan kedua terhadap Iskandar Agung, terkait kasus yang sama.

Lebih gawat lagi, Iskandar Agung, tertangkap bersama Nasrun, seorang Bandar Narkoba asal Bireun. Keduanya kini mendekam di Tahanan Polda Aceh.

Tertangkapnya hakim yang diskorsing di karenakan sering bolos kerja ini, tertangkap tangan memiliki 24,1 gram sabu senilai Rp 20 juta, dari pengakuan Iskandar Agung, untuk dipakai sendiri, namun siapa yang bisa percaya kalau sabu sebanyak itu digunakan akan digunakan sendiri. Kini pihak kepolisian pun sedang melakukan penyidikan terkait kasus ini.

Hakim Iskandar Agung, sebelumnya pernah dijatuhi hukuman 1 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Kalianda, Lampung, pada 11 April 2011 lalu,  karena menyimpan sabu. Iskandar yang saat itu masih bertugas sebagai hakim yustisial PN Takengon, Aceh Tengah, ditangkap di Bakaheuni, Lampung.  Namun, vonis PN Kalianda terhadap Iskandar tersebut tak membuat dirinya dipecat sebagai hakim. Bahkan, hingga saat ini dia masih tercatat sebagai hakim di PT Banda Aceh.

Kejadian yang memaksa keluarga besar Mahkamah Agung RI tertunduk di tengah masyarakat ini bukan pula yang pertama kali terjadi, bahkan sudah berkali-kali kita dipaksa malu untuk menengadahkan kepala.

Diakui atau tidak keluarga besar Mahkamah Agung RI harus rela disebut sebagai institusi yang belum bebas Narkoba, bahkan untuk mengarah menuju institusi bebas narkoba sepertinya belum dilakukan juga.

Setahu penulis aparatur peradilan hanya melakukan uji bebas narkoba saat melengkapi bahan CPNS dan PNS. Setelah itu sama sekali tidak pernah melakukan uji bebas narkoba. Apakah hanya dengan sekali uji bebas narkoba di RSU saat melengkapi usulan tersebut  lantas sudah bebas narkoba seumur hidup? Tentu tidak ada jaminan seperti itu.

 

Hakim dan PNS Peradilan Agama Role Model

Jika Mahkamah Agung sejauh ini belum berkeinginan untuk melakukan aksi pencegahan atau memetakan semua Hakim dan Pegawainya terbebas dari narkoba. Apa salahnya Hakim dan PNS di lingkungan Badan Peradilan Agama lebih dahulu mengambil langkah untuk melakukan uji bebas narkoba melalui tes urine atau yang lainnya.

Sebagai dasar dasar hukum, Surat Edaran dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama pasti mampu untuk menggugah hati semua aparatur Peradilan Agama di seluruh wilayah Indonesia.

Penulis bukannya tidak percaya dengan Hakim dan Pegawai di lingkungan Peradilan Agama. Namun untuk saat ini tidak satupun alat ukur yang bisa menyatakan seseorang bebas narkoba kecuali uji bebas narkoba.

Siapa juga yang tidak percaya dengan seorang Hakim di Pengadilan Negeri yang sehari-hari memutus dan menyidangkan perkara penyalahgunaan narkoba. Nyatanya beberapa nama tercatat menjadi pengguna bahkan ada dugaan yang lebih kuat lagi ke pengedar. Jika ada yang terbukti menjadi korban penggunaan barang haram, maka rehabilitas akan dijadikan sebagai langkah selanjutnya, meski aturan ini sering diperdebatkan di media. Lebih miris lagi, Komisi Yudisial pernah menyebutkan ada beberapa nama hakim yang saat ini masih ditelusuri keterlibatannya di dunia obat-obatan terlarang itu.

 

Belajarlah dari Pengalaman.

Selaku aparat penegak hukum yang diharapkan mampu menjadi Garda terdepan dalam memusnahkan peredaran dan memutuskan mata rantai pemakaian narkoba di Indonesia ini malah terlibat menggunakan barang haram tersebut.

Penegak hukum melanggar hukum, sama saja dengan jeruk makan jeruk. Masyarakat tentu akan memandang dunia peradilan sebelah mata.

Tidak salah jika ada masyarakat yang menyebutkan “Aparat saja terlibat mengkonsumsi barang haram tersebut.  Apalagi yang bisa diharapkan oleh masyarakat kepada aparat penegak hukum, jika aparatnya sendiri juga ikut terlibat’’.

Apakah kita masih harus menunggu wajah aparat peradilan kembali tercoreng oleh Pudji dan Iskandar Agung lainnya? Jika tidak ada langkah-langkah kongkrit untuk memetakan keterlibatan aparat peradilan pada penggunaan Narkoba, maka bisa saja Pudji dan Iskandar Agung lainnya akan kembali muncul beberapa waktu yang akan datang.

 

*Bekerja di Pengadilan Agama Bangko, Redaktur Jurnalis Peradilan Agama (Jurdilaga) PTA Jambi.

.