(021) 29079214
info@badilag.net

KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)
 Sebagai Faktor Diterimanya Gugatan Perceraian
 kurang dari 6 (enam) Bulan

(Oleh Drs.Zainal Arifin,M.H./Ketua PA Ponorogo)

Tiada rumah tangga yang diidam-idamkan oleh seseorang kecuali kebahagiaan dan kedamaian. Oleh karenanya dalam sebuah rumah tangga banyak pasangan suami istri yang mengusahakan dengan berbagai cara agar rumah tangganya tidak terjadi huru-hara berupa pertengkaran dan perselisihan.

          Dalam perjalanan perkawinan, ada sebuah rumah tangga yang salah satu pihak melakukan KekerasandalamRumahTangga. Dalam pandangan hukum sebagaimana dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dinyatakan bahwa; KekerasandalamRumahTanggaadalahsetiapperbuatanterhadapseseorangterutamaperempuan, yang berakibattimbulnyakesengsaraan ataupenderitaansecarafisik,seksual,psikologis,dan/atau penelantaranrumahtanggatermasuk ancaman untukmelakukanperbuatan,pemaksaan,atau perampasankemerdekaansecara melawan hukumdalamlingkuprumahtangga.

          Untuk menghindari hal-hal yang membahayakan dalam sebuah rumah tangga Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2023 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan. Dimana hasil rumusan tersebut menyempurnakan rumusan hukum Kamar Agama angka 1 huruf b poin 2 dalam SEMA Nomor 1 Tahun 2022 yang berbunyi; “Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus dapat dikabulkan jika terbukti suami istri terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga diikuti dengan telah berpisah tempat tinggal paling singkat 6 (enam) bulan kecuali ditemukan fakta hukum adanya Tergugat/Penggugat melakukan KDRT.

Dari frasa di atas tergambar dapat dikabulkan perceraian jika :

1.   Dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus.

2.   Tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

3.   Telah berpisah tempat tinggal paling singkat 6 (enam) bulan kecuali ditemukan fakta hukum adanya Tergugat/Penggugat melakukan KDRT.

Kekerasandalamrumahtangga tersebut kerap kali dialami menimpa kepada perempuan, yang mana merupakan pihak yang lemah, sehingga timbul pertanyaan; KekerasandalamRumahTangga yang bagaimanakah sehingga disebut sebagai kekerasandalamrumahtangga. Jika mendasarkan pada Pasal tersebut di atas adalah kekerasandalamrumahtangga yang berakibat :

1.   Timbulnyakesengsaraan ataupenderitaansecarafisik.

2.   Timbulnyakesengsaraan ataupenderitaansecaraseksual.

3.   Timbulnyakesengsaraan ataupenderitaansecara psikologis.

4.   Penelantaranrumahtangga.

5.   Adanya ancaman untukmelakukanperbuatan,pemaksaan,atau perampasankemerdekaansecara melawan hukumdalamlingkuprumahtangga.

Timbulnyakesengsaraan ataupenderitaansecarafisik yang bagaimana sehingga dianggap sebagai kekerasandalamrumahtangga adalah perbuatanyangmengakibatkan rasa sakit,jatuhsakit,ataulukaberat (Pasal 6), dan timbulnyakesengsaraan ataupenderitaansecaraseksual meliputi pemaksaanhubunganseksual yangdilakukanterhadap orangyang menetapdalamlingkup rumah tanggatersebut dan pemaksaanhubunganseksual terhadapsalahseorangdalam lingkuprumahtangganyadengan orang lainuntuk tujuankomersial dan/atautujuantertentu (Pasal 8). Dalam penjelasan Pasal 8 dinyatakan; “yangdimaksud dengankekerasanseksual” dalamketentuanini adalahsetiapperbuatanyangberupa pemaksaanhubunganseksual,pemaksaanhubunganseksual dengancaratidakwajar dan/atautidak disukai, pemaksaanhubunganseksual dengan oranglainuntuk tujuankomersial dan/atautujuantertentu.

Jadi “kekerasanseksual” dalam penjelasan Pasal 8 tersebut didapatkan beberapa kriteria diantaranya :

1.   Setiapperbuatanyangberupa pemaksaanhubunganseksual.

2.   Pemaksaanhubunganseksual dengancaratidakwajar dan/atautidak disukai.

3.   Pemaksaanhubunganseksual dengan oranglainuntuk tujuankomersial dan/atautujuantertentu.

Sedangkan timbulnyakesengsaraan ataupenderitaansecara psikis adalah perbuatanyangmengakibatkan ketakutan, hilangnya rasapercaya diri, hilangnyakemampuanuntuk bertindak,rasatidak berdaya,dan/atau penderitaanpsikis beratpadaseseorang.

Penelantaranrumahtangga yang dimaksud dalam pasal tersebut berlakubagi seorang suami yang mana karena persetujuan atauperjanjianiatidak memberikankehidupan, perawatan,ataupemeliharaankepada istrinya.

Penulis berharap tulisan ini sebagai tambahan ilmu bagi para pembaca sekaligus tambahan materi untuk para praktisi dalam menyidangkan perkara yang berhubungandengan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan sebagai bahan kajian bagi non praktisi. Semoga manfaat.

 

Ponorogo, 15 Maret 2024

Ttd

Drs. Zainal Arifin, MH.