Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin-top:0cm; mso-para-margin-right:0cm; mso-para-margin-bottom:8.0pt; mso-para-margin-left:0cm; line-height:107%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-ansi-language:EN-ID; mso-fareast-language:EN-ID;}
A.Pendahuluan.
Korupsi secara etimologi berasal dari bahasa latin yakni corruptio. corruption atau corrupt (bahasa inggris), corruption (bahasa perancis) dan coruptie (bahasa belanda). Melalui bahasa belanda itulah lahir dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata korupsi. Korup berarti busuk, buruk, suka menerima uang sogok (memakai kekuasaannya untuk kepentingan sendiri dan sebagainya). Secara terminologi, korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Unsur penting wawasan kebangsaan adalah konsensus dasar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD NRI tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika. Keempat-nya merupakan seperangkat nilai fundamental yang berlaku bagi bangsa Indonesia. Pancasila yang meliputi nilai-nilai kemanusiaan universal, sehingga perlu menjelma dalam perilaku keseharian seluruh warga negara Indonesia. UUD NRI tahun 1945 sebagai hukum dasar tertinggi merupakan instrumen utama penyelenggaraan negara perlu dipahami dan dilaksanakan demi terciptanya tertib hukum di Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan konsensus yang menunjukkan kesamaan pandangan bentuk negara ideal yang tepat untuk Indonesia dengan kondisi geografis-nya sebagai negara kepulauan. Bhinneka Tunggal Ika menunjukkan kebulatan tekad dan kesepahaman bahwa perbedaan dipandang sebagai rahmat Tuhan Yang Maha Esa, dapat memperkokoh persatuan dengan merawat perbedaan-perbedaan yang ada.
Ditengah dunia yang selalu berkembang dan mengalami perubahan saat ini, kita tidak menyadari bahwasannya di tengah dinamika yang fluktuatif dan juga tantangan yang semakin kompleks, kehadiran wawasan kebangsaan dan bela negara sungguh penting dalam penyelarasan dalam bertindak, berpikar, bersikap, berlisan dan juga berperilaku untuk menjaga utuh kesatuan dalam berbangsa bernegara.
Namun, pada kenyataan prosesnya banyak dari kita tidak menerapkan wawasan kebangsaan dan bela negara dalam kehidupan sehari-hari secara holistik. Hal ini didukung dengan adanya isu-isu yang menyinggung akhir-akhir ini, maraknya berita mengenai korupsi di lemabaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif, seperti peristiwa pada akhir tahun 2022 yang lalu yaitu peristiwa tertangkap tangan kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, KPK telah menetapkan 10 orang tersangka salah satunya adalah Hakim Agung. Kemunculan adanya korupsi seperti ini akan menyebabkan konflik berkepanjangan dan juga akan memecah-belahkan keutuhan yang telah ada selama ini, dimana dalam proses perumusan ideologi bangsa dan negara memiliki satu tujuan, yaitu persatuan Indonesia.
Dalam jangka panjang, negara dengan tingkat korupsi yang tinggi akan kesulitan dalam membiayai belanja negara karena defisit anggaran yang tinggi, rendahnya pertumbuhan ekonomi, investasi publik yang lebih tinggi, pendapatan dari sektor pajak yang lebih rendah, pengeluaran hanya fokus pada belanja rutinitas serta realisasi belanja modal lebih rendah pada operasi bisnis diikuti rendahnya kualitas infrastruktur (Tanzi & Davoodi, 1997).
Saat ini Indonesia mengalami titik nadir terkait dengan masalah pertumbuhan ekonomi dan tingkat korupsi yang terus berkembang dan seolah tidak pernah berhenti. Hampir setiap hari kita melihat dan mendengar tentang fluktuasi nilai harga kebutuhan masyarakat, kenaikan harga BBM, melemahnya nilai tukar rupiah, rendahnya pertumbuhan ekonomi, tingginya pengangguran dan meningkatnya keluarga miskin, disisi lain kita juga selalu disuguhi kasus korupsi yang melibatkan para politisi dan pejabat negara baik dari lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif (Junaidi & I Ketut Putra, 2017).
Maka dari itu akar masalah dari adanya praktik korupsi harus segera ditangani agar permasalahan ini tidak berkepanjangan yang akhirnya berdampak tidak hanya pada integritas ASN sendiri, namun juga berdampak ke seluruh warga Indonesia.
B.Analisis Masalah.
Upaya melakukan pemberantasan korupsi bukanlah hal yang mudah. Pada era yang dinamis ini, wawasan kebangsaan dan bela negara merupakan hal yang penting dan signifikan dalam meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara untuk mengatasi korupsi. Fakta empirik dari hasil penelitian di banyak negara oleh saintis sosial menunjukkan bahwa korupsi berpengaruh negative terhadap rasa kedalisan sosial dan kesetraan sosial (Umer, 1995).
Salah satu efek negatif jangka panjang yang paling berbahaya adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi telah menjadi makanan sehari-hari, anak akan tumbuh dengan pribadi antisosial dan generasi muda akan beranggapan bahwa praktik korupsi merupakan hal yang biasa atau bahkan telah menjadi budaya (Syed, 1999).
Praktik korupsi yang diterapkan pada kekuasaan politik juga akan menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik. Jika demikian, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaannya terhadap pemerintah dan pemimpin tersebut (Mahathir Mohammad, 1986). Praktik korupsi yang meluas dalam politik seperti money politics akan mempengaruhi birokrasi negara yang telah ada.
Korupsi akan meningkatkan biaya administrasi birokrasi. Jika birokrasi telah dipengaruhi oleh korupsi bagaimanapun bentuknya, maka prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan berkualitas tak akan pernah terlaksana. Kualitas layanan kepada masyarakat akan berdampak menjadi tidak teratur dan juga mengecewakan publik (Gerald M. Meier dan James E: 2005).
Pada proses pemberantasan korupsi, terdapat beberapa hambatan seiring berjalannya. Walaupun telah dilakukan operasi pemberantasan korupsi seperti Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang sering dilakukan oleh KPK, tuntutan dan putusan yang dijatuhkan oleh penegak hukum juga cukup keras, namun praktik korupsi tetap dilakukan. Beberapa hambatan yang telah diidentifikasi oleh Setiadi (2018) antara lain:
1. Hambatan strukutral, yaitu merupakan hambatan yang bersumber dari praktik-praktik penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan dengan semestinya.
2. Hambatan kultural, jenis hambatan yang bersumber dari stigma atau perspektif negatif yang berkembang di masyarakat seperti sikap sungkan, toleran di antara aparatur pemerintah, serta kurang terbukanya mengenai informasi sehingga terkesan melindungi korupsi.
3. Hambatan instrumental, merupakan hambatan yang disebabkan oleh kurangnya instrument pendukung dalam bentuk peraturan perundangundangan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak kuat.
4. Hambatan manajemen, yaitu hambatan yang berasal dari diabaikannya atau diterapkannya prinsip manajemen yang baik sehingga tindak pidana korupsi tidak berjalan dengan baik. Seperti kurangnya komitmen manajemen dalam menindaklanjuti hasil pengawasan serta kurang profesionalnya sebagian besar aparat pengawasan.
Berdasarkan uraian di atas bahwasannya terdapat berbagai masalah yang muncul apabila praktik korupsi tetap terjadi. Wawasan kebangsaan dan bela negara merupakan agenda yang perlu diimplementasikan dalam penanganan praktik ini, dengan pendekatan yang disesuaikan pada setiap skala permasalahannya terutama peran pemimpin dalam kepemimpinannya.
Untuk mengatasi praktik korupsi yang telah marak terjadi, maka perlu dilaksanakannya langkah-langkah yang signifikan dan efektif yang sesuai dengan wawasan kebangsaan dan juga bela negara pada kepemimpinan Pancasila, antara lain seperti:
1. Pendekatan kesadaran warga negara, strategi membangun kesadaran berbangsa dan bernegara dengan dilakukan pendekatan persuasif dan edukatif yang artinya mengajak warga negara untuk menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan Pancasila.
2. Mendesain ulang pelayanan publik, terutama pada bidang-bidang yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat luas mendapatkan pelayanan publik yang professional, berkualitas, tepat waktu, dan juga tanpa dibebani biaya ekstra atau pungutan liar yang cukup sering terjadi.
3. Memperkuat transparansi, pengawasan dan juga sanksi pada kegiatan-kegiatan pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi dan sumber daya manusia. Tujuannya adalah untuk meningkatkan akuntanbilitas pemerintah dalam pengelolaan sumber daya negara dan juga sumber daya manusia serta memberikan akses terhadap informasi.
4. Memasukkan koruptor ke penjara tampaknya sudah bukan langkah yang efektif untuk memberantas korupsi. Cara yang dapat dilakukan antara lain yaitu untuk mengumumkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atas kasus korupsi melalui media masa. Ketentuan ini selain untuk memberikan informasi kepada publik juga sekaligus sebagai sanksi moral kepada pelaku tindak pidana korupsi. Hal ini penting untuk memberikan pembelajaran bahwasannya pengemban jabatan publik adalah pribadi yang bermoral dan berintegritas tinggi.
5. Penegakan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi harus dilakukan secara terpadu dan terintegrasi dengan satu tujuan, yaitu untuk memberantas korupsi dari berbagai sector dan SDM penegak hukum harus berasal dari orang-orang pilihan dan mempunyai integritas tinggi.
D.Kesimpulan.
Dalam proses bernegara, kita sebagai ASN perlu adanya penerapan wawasan bernagara dan juga bela negara sesuai dengan kepemimpinan Pancasila. Banyaknya praktik korupsi yang terus-terusan terjadi sudah seharusnya dihentikan dan meskipun dalam proses menghadapinya terdapat berbagai kendala, namun semangat upaya pemberantasan korupsi harus terus-menerus dilakukan dengan beberapa perubahan dan juga perbaikan, Ayo lawan korupsi...!!
DAFTAR PUSTAKA
Gerald M. Meier dan James E. Rauch, (2005), Leading Issues in Economic Development, ed. 8, Oxford: Oxford University Press
Mahathir Mohamad, (1986), The Challenge, Kuala Lumpur: Pelanduk Publication Sdn. Bhd.
M. Umer Chapra, (1995), Islam and Economic Challenge, USA: IIIT dan The Islamic Foundation.
Junaidi & I Ketut Putra. (2017). Korupsi, Pertumbuhan Ekonomi. Riset Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 3(1), 71–79.
Setiadi, W. (2018). Korupsi di Indonesia (Penyebab, Bahaya, Hambatan dan Upaya Pemberantasan, Serta Regulasi). Journal Legislasi Indonesia, 3(2), 14.
Syed Hussein Alatas, (1999), The Sociology of Corruption, ed. 2, Singapore: Delta Orient Pte. Ltd.
Tanzi, V., Davoodi, H., (1997), Corruption, public investment, and growth. IMF Working Paper WP/97/139