Legal Justice dan Social Justice Terhadap Kaum Rentan (Sebuah Analisis Yuridis)
Oleh:
Maimun Jauhari* dan Aman**
*Guru besar UIN Raden Intan Lampung dan **Wakil Ketua Pengadilan Agama Baturaja Kelas IA
Pendahuluan
Sejalan dengan amanat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum serta Perma Nomor 1 Tahun 2022 mengenai Akses terhadap Peradilan bagi Penyandang Disabilitas, Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia, khususnya melalui Badan Peradilan Agama (Badilag), telah menyelenggarakan kegiatan bimbingan teknis (bimtek) secara berkesinambungan bagi aparat peradilan (khususnya Peradilan Agama). Tujuannya adalah agar hakim, panitera, dan seluruh aparatur pengadilan memahami prinsip-prinsip keadilan yang berorientasi pada perlindungan kelompok rentan. Hal ini juga sejalan dengan Blueprint Peradilan 2010-2035, yang menekankan pentingnya peradilan modern berbasis access to justice. ((Mahkamah Agung RI, 2010;, 2017; 2022).
Keadilan merupakan tujuan pokok dari setiap sistem hukum (Rahardjo, 2000). Dalam kerangka teori hukum klasik, Gustav Radbruch mengemukakan bahwa hukum semestinya mengandung tiga unsur utama, yaitu keadilan (justice), kepastian hukum (legal certainty), dan kemanfaatan (expediency) (Radbruch, 1973). Namun, realitas menunjukkan bahwa pencapaian keadilan sering menghadapi tantangan, terutama dalam perkara yang melibatkan kelompok rentan yang lemah secara sosial, ekonomi, maupun politik (Asshiddiqie, 2005). Kelompok ini mencakup perempuan, anak, penyandang disabilitas, masyarakat miskin, serta minoritas yang kerap mengalami hambatan dalam memperoleh akses setara terhadap perlindungan hukum maupun keadilan sosial (Komnas HAM RI, 2019).