Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin-top:0cm; mso-para-margin-right:0cm; mso-para-margin-bottom:8.0pt; mso-para-margin-left:0cm; line-height:107%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-ansi-language:EN-ID; mso-fareast-language:EN-ID;}
A. PENDAHULUAN
Kepemimpinan transformasional diartikan sebagai gaya kepemimpinan dimana pemimpinnya mampu mentransformasikan segala sumber daya yang ada (5M: Man, Money, Material, Machine dan Method) dalam organisasi menjadi organisasi yang berkinerja tinggi. Kepemimpinan transformasional mampu memotivasi dan menggerakkan seluruh potensi yang ada dalam organisasi, sehingga pemimpinnya menjadi teladan dan menjadi sumber inspirasi bagi bawahannya.
Organisasi publik saat ini menghadapi tantangan tidak ringan yang mendorong organisasi harus melakukan perubahan, tidak ada kondisi lingkungan yang stabil. Terdapat beberapa faktor pendorong yang utamanya berasal dari lingkungan eksternal organisasi, antara lain perkembangan teknologi informasi, perkembangan konsep-konsep baru dalam pengelolaan organisasi publik, meningkatnya ekspektasi dan preferensi masyarakat atas layanan publik dan perubahan peraturan perundangan (regulasi). Perubahan ini tentu harus diupayakan oleh organisasi publik dan ditujukan untuk mencapai kinerjanya secara efektif yang akan memberikan dampak yang lebih baik bagi masyarakat. Perubahan ini juga dapat dipandang sebagai upaya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) menuju organisasi publik yang berkinerja tinggi (OBT).
Keberhasilan dalam melakukan perubahan seringkali digunakan sebagai indikator kualitas kepemimpinan seorang pemimpin organisasi. Situasi perlunya melakukan perubahan tentunya memberikan kesadaran bagi para pemimpin organisasi publik untuk memiliki kemampuan memimpin dan mengelola perubahan yang dimulai dari tahap mengenali kebutuhan perubahan dan menentukan perubahan apa yang harus dilakukan, menilai kesiapan organisasi dan kapasitas organisasi untuk berubah, menentukan rencana perubahan dan evaluasi dampak perubahan.
Perubahan mendasar yang saat ini sedang terjadi di dunia yaitu society 4.0 (Revolusi Industri) dan persiapan menuju society 5.0. Society 5.0 hadir dengan mengusung konsep bahwa semua teknologi adalah bagian dari manusia itu sendiri. Artinya, internet tidak hanya berguna untuk berbagi informasi dan menganalisis data, melainkan juga untuk menjalani kehidupan. Dengan demikian, akan tercipta keseimbangan antara peran manusia (masyarakat) dan pemanfaatan teknologi. Teknologi informasi menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari dan membawa pengaruh terhadap pengembangan kompetensi ASN (SMART ASN).
Instansi pemerintah pada saat ini berlomba-lomba dan berkomitmen untuk mewujudkan zona integritas Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani melalui Reformasi Birokrasi, khususnya dalam hal mewujudkan pemerintahan yang bersih, akuntabel dan pelayanan publik yang prima.
Oleh karena itu, Kepemimpinan transformasional perlu dimiliki oleh pemimpin perubahan yang mampu menciptakan inovasi-inovasi dalam organisasi agar memberikan layanan prima dengan kinerja optimal sehingga mewujudkan zona integritas Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani. Kemampuan mengelola kinerja organisasi yang didukung oleh kemampuan memimpin pelaksanaan kegiatan pembangunan dalam rangka mewujudkan zona integritas dengan mengedepankan kepemimpinan transformasional.
B. ANALISIS MASALAH
Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai agen pembangunan harus diarahkan dan dipimpin untuk menghasilkan Organisasi Berkinerja yang Tinggi (OBT) dalam konteks pembangunan nasional. Oleh karena itu diperlukan smart ASN. Dalam perjalanannya kepemimpinan transformasional didukung dengan jejaring kerja dan manajemen organisasi sektor publik untuk menghasilkan OBT yang pada akhirnya mewujudkan zona integritas.
Berdasarkan penjelasan pada pendahuluan diatas, maka pertanyaan yang muncul adalah:
1. Bagaimana mengidentifikasi karakteristik kepemimpinan transformasional untuk mewujudkan zona integritas?
2. Apakah hambatan kepemimpinan transformasional untuk mewujudkan zona integritas?
3. Bagaimana tindakan kepemimpinan transformasional untuk mewujudkan zona integritas?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik kepemimpinan transformasional untuk mewujudkan zona integritas.
Pada dasarnya, tujuan manajemen strategi dalam mengelola organisasi untuk menjadikan organisasi yang dipimpinnya menjadi organisasi berkinerja tinggi sehingga terwujudnya zona integritas. Menurut Bass dan Avolio (1990), Karakteristik kepemimpinan transformasional untuk mewujudkan zona integritas, yaitu:
1) Karisma (Charismatic)
Pemimpin memberikan visi dan misi, menanamkan rasa bangga dan memperoleh rasa hormat dan kepercayaan, lebih mendahulukan kepentingan organisasi dan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri.
2) Memberi Motivasi dan Inspirasi (Inspirational Motivation)
Pemimpin memberikan motivasi dan inspirasi berupa ide-ide yang jelas dan harapan yang tinggi untuk mencapai tujuan.
3) Stimulasi Intelektual (Intellectual Stimulation)
Pemimpin mendorong kecerdasan, rasionalitas dan penyelesaian masalah dalam permasalahan yang ada di dalam organisasi.
4) Pertimbangan Individual (Individualized Consideration)
Memperlakukan setiap bawahan secara individual, memberikan perhatian personal dan melatih atau menasihati bawahan sesuai bakat dan kompetensinya sehingga bawahan tumbuh sebagai diri pribadi yang berkualitas.
2. Hambatan kepemimpinan transformasional untuk mewujudkan zona integritas.
Hambatan kepemimpinan transformasional untuk mewujudkan zona integritas adalah:
1) Komunikasi yang tidak efektif untuk membangun jejaring kerja.
2) Rendahnya tingkat motivasi/ komitmen untuk mencapai tujuan.
3) Kurangnya perencanaan dan pengembangan manajemen.
4) Tim kerja yang tidak berjalan baik.
5) Hubungan antara atasan dan bawahan yang tidak harmonis sehingga menimbulkan resistensi terhadap program zona integritas.
3. Tindakan kepemimpinan transformasional untuk mewujudkan zona integritas.
Kepemimpinan transformasional untuk mewujudkan zona integritas adalah dengan cara melakukan beberapa hal berikut ini:
1) Membuat visi yang jelas dan terukur.
2) Mengelola penyampaian visi agar memliki pemahaman dan tujuan yang sama (komunikasi efektif).
3) Memotivasi tim kerja.
4) Berkomitmen kuat pada suatu rencana aksi strategi (setiap area perubahan) untuk dilaksanakan.
5) Berfikir kreatif dan Inovatif dalam melakukan perubahan.
6) Menjadi panutan (role model).
7) Mendorong tumbuhnya inovasi-inovasi dalam organisasi.
C. PERAN KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan transformasional prinsipnya berusaha memotivasi untuk berbuat lebih baik dari apa yang biasa dilakukan, dengan kata lain meningkatkan kepercayaan atau keyakinan diri bawahan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.
Peran penting kepemimpinan transformasional dalam organisasi adalah meningkatkan kinerja organisasi, membangkitkan komitmen yang kuat, memberikan kenyamanan lingkungan kerja dan mendorong tumbuhnya inovasi-inovasi dalam organisasi untuk mewujudkan zona integritas menuju WBK dan WBBM.
Kepemimpinan transformasional agar berhasil mewujudkan zona integritas harus mempunyai, menguasai dan mampu mengelola jejaring kerja dengan baik, melakukan strategi komunikasi efektif dan melakukan manajemen perubahan sektor publik dengan baik. Hal ini sejalan dengan modul agenda kedua tentang kepemimpinan kinerja pada Pelatihan Kepemimpinan Administrator (PKA).
Bagi organisasi publik, jejaring kerja sangat membantu organisasi mencapai zona integritas menuju WBK dan WBBM, baik pengelolaan jejaring kerja dengan stakeholder internal maupun eksternal. Melalui jejaring kerja akan banyak tersedia modal sosial yang mungkin dimanfaatkan secara optimal untuk mencapai tujuan kinerja suatu organisasi. Bahkan dalam beberapa kasus, tingkat ketahanan dari suatu organisasi seringkali ditentukan juga dari sejauh mana organisasi tersebut memiliki jejaring kerja dan sejauh mana dapat mengoptimalkan dukungan dari jejaring kerja yang dimilikinya tersebut.
Membangun komunikasi yang efektif membutuhkan strategi komunikasi. Dengan demikian strategi komunikasi dalam suatu organisasi merupakan upaya yang diarahkan untuk membangun komunikasi agar mencapai kesepahaman dalam mencapai tujuan. Jika ada salah satu area perubahan yang retensi terhadap pimpinan dikarenakan tidak terbangun komunikasi yang efektif, maka bisa dipastikan organisasi tersebut tidak dapat mewujudkan zona integritas menuju WBK dan WBBM.
Manajemen perubahan pada birokrasi ditujukan untuk mewujudkan peningkatan integritas dan kinerja birokrasi yang tinggi, sehingga terwujudnya zona integritas menuju WBK dan WBBM. Peranan pemimpin dalam manajemen perubahan yaitu:
a. Sebagai katalis, yang bertugas memberikan keyakinan kepada seluruh pegawai di lingkungan unit kerjanya masing-masing tentang pentingnya perubahan unit kerja menuju ke arah unit kerja yang lebih baik;
b. Sebagai penggerak perubahan, yang bertugas mendorong dan menggerakkan pegawai untuk ikut berpartisipasi dalam perubahan menuju ke arah unit kerja yang lebih baik;
c. Sebagai pemberi solusi, yang bertugas memberikan alternatif solusi kepada para pegawai atau pimpinan di lingkungan unit kerja yang menghadapi kendala dalam proses berjalannya perubahan unit kerja menuju unit kerja yang lebih baik.
d. Sebagai mediator, yang bertugas membantu memperlancar proses perubahan, terutama menyelesaikan masalah yang muncul dalam pelaksanaan reformasi birokrasi dan membina hubungan antara pihak-pihak yang ada di dalam dan pihak di luar unit kerja terkait dengan proses perubahan.
e. Sebagai penghubung, yang bertugas menghubungkan komunikasi dua arah antara para pegawai di lingkungan unit kerjanya dengan para pengambil keputusan.
Dengan demikian, pemimpin harus terus berinovasi untuk mengadaptasi perubahan dalam rangka mewujudkan zona integritas menuju WBK dan WBBM. Salah satu hal yang tidak boleh ditinggalkan dalam melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi adalah peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia yang menggerakan roda organisasi.